Dasapta Erwin Irawan "akademia Terbalik"

S3 EP18 Tentang analisis spasial regresi logistik. Di sini saya bercakap dengan Mbak Rika peneliti hidrologi yang sedang menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di UGM. Mbak Rika ingin menganalisis peta beberapa komponen yang mempengaruhi banjir dengan metode regresi logistik. Untuk melakukan itu, ybs perlu menentukan apakah akan menggunakan R atau perangkat lunak yang lain. Kami berdiskusi lebih ke arah hulu sebenarnya tentang bagaimana Mbak Rika menelusuri literatur dan mengapa harus menggunakan regresi logistik. Selamat mendengarkan. Versi videonya akan segera tersedia. 

Walaulun materi ini sudah sering saya sampaikan, tapi tidak salah kalau saya ulang dalam kesempatan ini. Seperti biasa ada pengalaman nyata berkaitan dengan hal ini. Para dosen dan peneliti benar-benar lebih senang dapat stempel dari jurnal dibanding membagikan karyanya secara langsung. Simak ceritanya di sini.

Pak Sarono Widodo adalah dosen Politeknik Negeri Semarang. Beliau menyampaikan beberapa ide tentang instrumentasi yang dapat dikembangkan untuk pengelolaan air. Simak diskusi kami. Siapa tahu bisa menginspirasi untuk penelitian Anda selanjutnya. Versi videonya dapat ditonton di tautan Youtube ini https://youtu.be/a1g_76NvcVQ.

S3 EP15 Tentang SDG dan pemeringkatan. Episode kali ini adalah tentang SDG atau sustainable development goals dan ruwetnya pola pikir dosen, peneliti, dan pimpinan perguruan tinggi. Semua hal dianggap bisa jadi simbol keberhasilan (melalui pemeringkatan), sampai akhirnya pusing sendiri. Berikut ini adalah ide saya.

Deskripsi menyusul.

Terima kasih sudah mendengarkan podcast bagian ke-1 dan bagian ke-2.  Pada bagian ke-3 ini saya menceritakan alur alamiah yang justru ada pada bagian penelitian, khususnya publikasi. Kuncinya adalah tinggal Anda mau atau tidak menulis. Masalah riset dan media jurnal yang akan dipilih bisa mudah, asal Anda memang mau menulis. Minimum dua saja (agar aman) artikel Anda terbit di jurnal internasional yang berdomisili di luar Asia Tenggara (agar aman), dan memiliki Journal Impact Factor min 0,5 atau masuk ke kuartil 1 Scimago. Ada lebih banyak jurnal yang masuk kuartil 1 Scimago dibanding yang memiliki JIF >= 0,5. Daftar Scimago juga bebas diakses tanpa akun  berbayar, tidak seperti JIF.  Sekali lagi, pengusulan kenaikan pangkat/jabatan adalah proses yang kental nuansa administratif, jadi jangan terlalu dipusingkan dengan berbagai hal substansial. Itu hanya akan membuat Anda tidak jadi menulis. Demikian podcast ini. Selamat mendengarkan. Semoga membantu.  

S3 EP 12 Usulan Kenaikan Jabatan 2. Beberapa hal yang tidak bisa dilaksanakan secara alamiah dalam proses pengusulan kenaikan jabatan.

S3 EP 11 Perjalanan usulan kenaikan jabatan saya. Terima kasih sudah mampir. Tidak terasa episode kali ini adalah yang ke-11 di tahun ke-3.  Berikut ini adalah kisah usulan kenaikan jabatan saya, sejak 2013. Belajar dari berbagai kegagalan saya, ada lima pesan agar rekan-rekan sekalian lancar proses pengusulannya.  Lima pesan itu adalah: Bahwa penyusunan dokumen kenaikan pangkat/jabatan itu adalah proses yang manual. Terlepas dari apakah sistem pengusulan masih berbasis kertas atau sudah menggunakan file digital dan platform daring, proses ini sama sekali bukan proses yang otomatis. Yang otomatis hanyalah bertambah umur. Tiap tahun akan otomatis bertambah. Bahwa sabar adalah modal utama Anda. Bagaimana tidak. Proses pengusulan Anda bisa saja tertunda karena berbagai hal yang sifatnya dinamis. Akan ada banyak gangguan eksternal dan juga internal. Jangan lupa semangat Anda akan timbul dan tenggelam juga. Apalagi bila mengingat bahwa proses ini juga dipengaruhi oleh pihak lain. Karena jalannya pan

Di sini saya akan mengukang prngumuman yang lalu dan pengembangannya. Ada beberapa tambahan menarik yang layak untuk disimak, terutama bila anda tidak keberatan dengan suara jalanan sebagai musik pengiring.

S3 EP8 Komunikasi sains: apa yang perlu dilakukan dosen dan peneliti. Podcast ini berisi beberapa hal yang saya temui tentang komunikasi sains dan apa yang harus dilakukan. Bukan hal baru tapi mungkin bisa lebih meyakinkan. (Cover dari unsplash, CC0, https://unsplash.com/photos/V5vqWC9gyEU)

Versi Youtube https://www.youtube.com/watch?v=Y9ZedTIpF4o&t=94s 

Share as you learn not share what you’ve learned. Di sini saya membagikan pengalaman saya tentang berbagi ilmu. Jadi menurut saya akan lebih baik kalau Anda membagikan ilmu ketika sedang mempelajarinya, dibandingkan Anda membagikan ilmu ketika Anda telah mempelajari sesuatu. Manfaat share as you learn: Anda akan menghargai waktu. Bahwa membagikan ilmu akan dihitung sebagai pahala. Sekarang bagaimana Anda memanfaatkan waktu sesempit mungkin untuk mendapatkan ganjaran pahala. Anda akan lebih menghargai ilmu. Bahwa ilmu yang paling baik adalah ilmu yang disebarkan dan diamalkan. Akan membuat Anda rendah hati, ketika Anda dengan sadar menyatakan bahwa Anda sedang mempelajari hal itu dan pastinya punya peluang untuk salah. Anda dengan sadar mengundang masukan dan koreksi atas apa yang Anda bagikan. Bahwa proses belajarnya itu sendiri juga menarik dan layak untuk dibagikan. Lawan bicara Anda mungkin tidak hanya tertarik dengan apa yang Anda pelajari, tetapi juga proses bagaimana Anda mempelajarinya. Anda pun

Saat meneliti perlu kiranya kita menjaga kesinambungan tiap tahap, sejak merumuskan masalah, mengumpulkan data, analisis, dan menarik kesimpulan. Begini kurang lebih caranya. Akan lebih memudahkan kalau Anda membuat skema, peta pikiran, atau daftar contrengan (checklist). Selamat mendengarkan :). bit.ly/osdrawings

Podcast ini adalah ringkasan diskusi dengan rekan saya yang sedang memulai riset S3 dengan topik riset “water resilience”. Intinya adalah Anda harus banyak membaca. Tapi tidak sekedar membaca. Membaca dan mencatat tepatnya. Anda harus dapat mengekstraksi isi dokumen yang Anda baca. Lalu visualisasikan dalam bentuk skema, diagram atau peta pikiran. Apapun bentuknya, yang jelasnya wujudkan apa yang Anda baca ke dalam bentuk yang dapat Anda lihat, pelajari ulang, dan perdalam. Ini semua agar Anda dapat memutuskan topik riset sesegera mungkin. :). Selamat mencoba.

Podcast mengenang kawan saya Prof. Firmanzah PhD. Semoga almarhum khusnul khotimah. Amin yra.

Episode ini adalah tentang proses peninjauan sejawat dan peran peninjau sejawat sebagai sparring partner atau mitra berlatih. Saya merekam ini karena kerisauan saya tentang pandangan bahwa peneliti dalam negeri belum layak dijadikan sebagai mitra berlatih dan hanya peneliti luar negeri yang layak. Hal ini menyebabkan banyak peneliti dalam negeri yang lebih memilih untuk mengirimkan hasil risetnya ke jurnal luar negeri. Pandangan ini menurut saya sempit sekali, terlebih ketika mitra berlatih disempitkan sebagai peninjau sejawat dalam lingkup proses penerbitan jurnal.

Opini generik saya untuk pengelola asosiasi profesi (aspro). Narasi dapat dibaca di sini https://www.notion.so/Asosiasi-profesi-sains-dan-iptek-769a5ca0fe15466b91d48192d59d9d4f.

Konteks ada di sini blog ini http://dasaptaerwin.net/wp/2021/01/achieving-more-by-doing-less.html

The deals behind a transformative deal (misal: kesepakatan Max  Planck-Springer) menggambarkan berbagai masalah yang akan muncul dalam  setiap kesepakatan transformatif publikasi, khususnya bagi negara-negara  Blok Selatan atau negara-negara yang kurang menonjol dalam publikasi  ilmiah (dengan standar barat), khususnya lagi bagi megara-negara yang  telah mengembangkan sistem atau infrastruktur akses terbuka (contoh:  Indonesia). Gambar terkait: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:The_deals_behind_a_transformative_deal.jpg (lisensi CC-0)